Salah satu dampak pemanasan global (global warming) adalah meningkatnya tinggi muka air laut, perlahan tapi pasti, tentu makin banyak lahan pantai atau tambak yang tercampur air laut (intrusi air laut) yang akan mengancam kondisi lingkungan dan organisme laut seperti ikan, akibat meningkatnya kadar garam (salinitas).
Salah satu dampak pemanasan global (global warming) adalah meningkatnya tinggi muka air laut, perlahan tapi pasti, tentu makin banyak lahan pantai atau tambak yang tercampur air laut (intrusi air laut) yang akan mengancam kondisi lingkungan dan organisme laut seperti ikan, akibat meningkatnya kadar garam (salinitas). “Salah satu bentuk komitmen BPPT dalam mendukung pengembangan perikanan budidaya nasional, yang terkendala dampak perubahan iklim tersebut, telah dikembangkan “strain” ikan nila yang semula hidup di air tawar untuk dapat dibudidayakan di perairan dengan salinitas tinggi,” ungkap Kepala BPPT, Marzan A. Iskandar usai menandatangani Perjanjian Kerjasama antara BPPT dengan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya-Kementerian Kelautan Dan Perikanan (KKP), Karawang (17/12).
Jenis ikan tersebut adalah Ikan Nila SALINA (Saline Indonesian Tilapia), yang merupakan inovasi teknologi para perekayasa dan peneliti BPPT yang telah lulus sidang uji varietas baru komoditas perikanan pada tanggal 2 Juli 2013 dan telah siap diproduksi massal. “Selain untuk mengatasi dampak global warming, pengembangan Ikan Nila SALINA juga penting untuk mendukung ketahanan pangan nasional, serta mengoptimalkan pemanfaatan lahan tambak marjinal (idle) dimana luasnya mencapai 30-40 % dari 1,2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia,” jelas Marzan.
Keunggulan Nila SALINA ini, sebut Marzan adalah dapat hidup dan berkembang-biak pada salinitas tinggi antara 20-25 ppt dan akan dikembangkan menjadi ikan nila laut (Marine Tilapia) yang mampu bereproduksi di perairan dengan salinitas sampai dengan 32 ppt. Hal ini tentu sangat menarik jika dibandingkan dengan salinitas perairan tawar yang biasanya berkisar antara 0–5 ppt “Ikan nila SALINA ini juga memiliki feed convertion ratio (FCR) rendah dengan warna dominan merah. Ikan nila SALINA diharapkan dapat dikembangkan untuk mendukung program ketahanan pangan, khususnya pangan berbasis protein hewani, melalui peningkatan produktivitas dan industrialisasi komoditas perikanan, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan pembudidaya ikan. Oleh karenanya dibutuhkan kerjasama dengan pihak lain untuk meningkatkan pemanfaatan dan komersialisasi jenis ikan ini,” tuturnya. Menyambung pernyataan Kepala BPPT, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya- KKP, Slamet Soebjakto juga menyampaikan pentingnya sinergi dan kerjasama untuk mengembangkan sektor perikanan budidaya ini. “Kerjasama yang dijalin antara DJPB dan BPPT ini sudah dilakukan sejak tahun 2007. Mulai dari Breeding Program Kerapu, Pembuatan Vaksin Kerapu sampai dengan sekarang ini yaitu Pengembangan Ikan Nila Salin. Disamping itu, BPPT adalah pembina dari perekayasa-perekayasa yang berada di semua Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup DJPB, sehingga saya yakin kerjasama ini akan terus menghasilkan teknologi-teknologi terapan di bidang perikanan budidaya yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,” urainya.
Lebih lanjut Slamet menandaskan bahwa perikanan nasional khususnya perikanan budidaya menjadi andalan ketahanan pangan nasional maupun dunia, memang benar adanya. Perubahan musim, cuaca yang tidak mendukung, menjadikan nelayan terkendala untuk melaut sehingga menurunkan produktivitas perikanan tangkap. “Perikanan budidaya justru sebaliknya, produktivitasnya bisa dikelola sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan financial, sehingga dapat menjadi andalan ketahanan pangan serta diekspor untuk cadangan devisa negara,” ungkapnya.Kebijakan industrialisasi perikanan budidaya berbasis ekonomi biru yang digulirkan oleh KKP dan diikuti dengan program kebijakan lain seperti pola maupun skema budidaya yang lebih sistematis, diharapkan dapat terus meningkatkan ketertarikan sektor perbankan maupun investor untuk membantu permodalan bagi pembudidaya. “Pengembangan teknologi juga diharapkan dapat mendorong budidaya perikanan nasional semakin berkelas dan berkualitas tinggi. “Intinya adalah bahwa perikanan budidaya sudah siap menghadapi tantangan tahun 2014 dan tantangan pasar bebas ASEAN tahun 2015 nanti,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Penandatanganan Perjanjian Kerjasama antara BPPT dan KKP tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pengembangan Teknologi Budidaya Perikanan tersebut dilaksanakan oleh Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB), Listyani Wijayanti dan dilanjutkan dengan penandatanganan Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan (PPK) antara Direktur Pusat Teknologi Produksi Pertanian (PTPP BPPT), Nenie Yustiningsih dengan Kepala Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB-KKP) Karawang, Supriyadi, tentang Pengkajian, Penerapan dan Pengembangan Teknologi Budidaya Ikan Nila SALINA (Saline Indonesian Tilapia). (SYRA/Humas)